
Gedung atau rumah yang dipakai untuk tinggal, perkantor dan mall lebih banyak kontribusinya dalam pemanasan global. Sektor bangunan tersebut diperkirakan menyumbang 40% terhadap seluruh kerusakan lingkungan yang terjadi di jaman modern ini.
Selama ini opini ‘emisi’ di masyarakat cenderung tertuju kepada hasil pencemaran pabrik atau gas hasil buang kendaraan bermotor. Sebagian masyarakat belum menyadari bahwa listrik yang kita pakai berperan besar terhadap kerusakan lingkungan secara umum.
Seluruh efek negative dari unsur-unsur kimia yang disebutkan di atas merupakan emisi gas buang yang dihasilkan oleh sumber-sumber listrik dengan energi bukan dari energi terbarukan (air, angin, geothermal/panas bumi, sinar matahari). Tetapi hasil pembakaran Bahan Bakar Minyak dan Gas (BBM dan BBG).
Hasil pembakaran batu bara adalah penyumbang kerusakan kualitas udara terbesar. Hasil pembakaran batu bara juga menghasilkan logam berat. Tidak jauh berbeda dengan minyak bumi, tetapi prosentasenya lebih rendah. Bahan Bakar Gas pun merupakan sumber pencemar udara, tetapi tidak memiliki kandungan yang mengakibatkan tingginya kandungan logam berat.
Belum lagi penggunaan CFC pada air conditioner atau refrigerator lama yang masih menggunakan CFC11 atau CFC12. Penggunaan unsur-unsur kimia ini sangat mempengaruhi prosentase kandungan ozon di atas permukaan bumi.
Berkurangnya lapisan ozon akan meningkatkan resiko penyakit kanker kulit dan perubahan-perubahan genetika (mutasi) pada mahkluk hidup (bukan hanya manusia, tetapi juga hewan dan tumbuhan).
Menurut PLN (Perusahaan Listerik Negara), sumber energi listrik di Indonesia 83% adalah hasil pembakaran bahan bakar minyak dan gas. Sedangkan sisanya dari sumber air dan panas bumi. PLN juga mencatat konsumsi listrik terbesar adalah perumahan 49,4%, Industri 26,3%, Bisnis (perkantoran, mall dan pertokoan) 17,6% sedangkan sisanya dari sektor lainya.
Dari informasi tersebut bisa diperkirakan seberapa besar kontribusi pengguna bangunan dalam meningkatnya efek rumah kaca, tingginya kadar asam di atmosphere serta kerusakan kualitas udara, air dan tanah lainya.
Gerakan penghematan energi, seperti yang dicanangkan pemerintah berdampak positif bagi peningkatan kualitas udara dan lingkungan. Walaupun saran tersebut lebih didasari oleh semakin mahalnya harga BBM dan BBG di pasar dunia (bukan karena kerusakan lingkungan).
Bangunan-bangunan berfasilitas AC merupakan kontributor terbesar dalam penggunaan listrik. Namun, sebenarnya banyak cara guna mengurangi penggunaan AC pada bangunan. Pada rumah (misalnya) sebaiknya menggunakan pendingin alami daripada menggunakan AC. Memilih bahan bangunan yang tinggi thermal mass-nya, orientasi (utara-selatan lebih baik) bangunan diperhatikan.
Menambah pepohonan disekitar bangunan, menggunakan warna cerah pada lapisan cat luar (atap dan dinding luar), hindari menggunakan bahan-bahan metal pada penutup bangunan (atap dan dinding luar) dan bagi rumah yang menggunakan AC harap diperhatikan untuk memilih AC yang rendah Watt-nya atau lakukan regular cek dan bersihkan saringannya.
Untuk perkantoran, sebisa mungkin melakukan audit terhadap alat-alat pendingin serta memaksimalkan manajemen waktu terhadap penggunaan AC di kantor. Gunakan AC central daripada AC split, gunakan insulasi banguna yang sesuai dengan kebutuhan, tingkatkan kesadaran untuk selalu menutup pintu dan lain sebagainya..
Pengurangan emisi secara signifikan sebetulnya bisa dilakukan secara mudah. Dalam laporan penilaian keempat IPCC (Inter Governmental Panel for Climate Change), potensi terbesar dalam mengurangi emisi dengan biaya murah adalah efisiensi.
Salah satu cara mengurangi emisi seperti istilah yang populer disebut IMBY (in my backyard). China (misalnya), walaupun kebijakan politiknya menolak terikat secara resmi dalam mengurangi emisi, sesungguhnya sudah melakukan IMBY. Investasi besar-besaran mereka lakukan untuk membuat pembangkit tenaga listrik yang berasal dari sumber terbarukan. Perusahaan-perusahaan pengembang perumahan secara meyakinkan berusaha mengaplikasikan alternatif sumber terbarukan di rumah-rumah yang mereka bangun.Termasuk kawasan industri baru di China berusaha keras menggunakan standard pengolahan limbah dan keberlanjutan sumber energy-nya.
Thailand selama satu dekade ini berusaha keras meningkatkan efisiensi energi mereka. Hasilnya adalah pengurangan emisi secara signifikan. DSM (Demand Side Management) yang diprakarsai pihak kerajaan terbukti dapat mengurangi kebutuhan listrik dari penggunaan lampu lebih dari 50%. alat-alat listrik sudah menggunakan standardisasi lebel yang menunjukkan nilai efisiensi alat.
Efisiensi, akhirnya merupakan jalan keluar dari bahaya kerusakkan lingkungan. Kesadaran masyarakat untuk berhemat energi adalah kunci keberhasilan dalam mengurangi tingkat emisi. Selain tentu saja adalah peran pemerintah secara politis untuk melindungi warganya dari bahaya rusaknya lingkungan akibat emisi.